Ngaku Jogja atau Solo Pas Ditanya Orang Darimana Asalnya Itu Bukan Karena Kita Nggak Cinta Klaten, Tapi Karena Yang Tanya Nggak Tau Kalau Klaten Itu Ada

A : "Mas darimana asalnya?"

B : "Klaten, Mbak"

A : "Oh mana itu?"

B : "Mbak Tau candi Prambanan?"

A : "Oalah Jogja"

B : "Nah iya"

Itu adalah salah satu cuplikan percakapan saya dengan seseorang kala lagi berkenalan. Percakapan yang serupa seperti di atas nggak cuma sesekali saya rasakan, lebih-lebih setelah kerja di Malaysia. Percakapan seperti itu sering banget saya alami.

Pertama kali saya harus terpaksa "mengaku" sebagai warga Solo/Jogja adalah saat melaksanakan program praktek kerja industri di salah satu pusat pembenihan jeruk di Kota Batu. Kalau dilihat secara jarak Batu & Klaten itu nggak jauh-jauh banget. Perjalanan bisa ditempuh dalam waktu 6-7 jam saja. Nyatanya masih banyak warga Batu yang nggak tau keberadaan Kabupaten Klaten. Alhasil pas beberapa kali ditanya dari mana asal saya, saya lebih sering menjawab "Solo, Pak/Bu".

Pun begitu ketika sekarang berada di Malaysia. Kali ini saya lebih sering menjawab dari Jogja kalau ditanya dari mana asal saya. Loh kok nggak Solo lagi? Jadi orang Malaysia itu nggak begitu kenal Solo. Lihatlah, Solo yang begitu terkenal dengan budayanya dan kota asal presiden RI aja nggak dikenal apalagi kok cuma Klaten. Lha yo malah tambah nggak kenal. Yang paling lucu saya pernah kenalan sama seseorang, pas saya jawab dari "Klaten" dia malah salah paham dan ngira saya dari "Kelantan, Malaysia". Dari situ malah saya baru nyadar kalau "Klaten" dan "Kelantan" itu nggak beda jauh dalam pelafalan.

Hal ini juga yang membuat beberapa orang bilang kalau saya ini nggak cinta Klaten, nggak sayang Klaten atau lebih cinta kota lain. Bukan begitu, Saudara. Tapi ini lebih ke efisiensi saja. Kan nggak mungkin tiap ditanya darimana asal saya terus saya harus buka map sambil menjelaskan soal Klaten dan segala yang berkaitan soal Klaten termasuk segala budaya dan potensi daerahnya. Perlu diingat saya nggak dibayar buat mengajar IPS disini.

Tapi saya sendiri punya argumen sih kenapa saya juga berhak menyandang label "Dari Jogja". Secara garis keturunan, Simbah saya dari pihak bapak berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta tepatnya Gunung Kidul. Banyak Paman, Bibi dan Sepupu saya yang tinggal di Gunung Kidul. Jadi saya merasa cukup berhak untuk menyebut diri saya "Dari Jogja" jika berkenalan dengan orang. Terus bagaimana dengan Solo? Ya saya ini sebenarnya gak punya hubungan keluarga dengan orang Solo. Nggak ada satu pun Simbah saya yang berasal dari Solo. Tapi saya ini kan Pasoepati, pendukung Persis Solo. Yang pertama kali terlintas di pikiran orang terutama pecinta bola ketika denger kata "Pasoepati" ya pasti "Solo". Apalagi Klaten dulunya masuk dalam kawasan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Gak salah dong kalau saya ngaku Solo. Ya kan? Ya kan? Hehehe.

Apa yang saya alami tentu juga dialami teman dari daerah lain yang nama Kabupatennya kurang dikenal seperti orang Purwodadi ngaku Semarang, orang Trenggalek ngaku dari Surabaya dan masih banyak lagi. Malahan saya pernah kenalan sama orang dan dia ngaku Jogja padahal dia orang Cilacap. Duh gusti, bisa-bisanya batin saya. Padahal kalaupun dia ngaku Cilacap saya ya pasti tau. Jangankan Cilacap, anda sebutin satu nama Kota/Kabupaten di Pulau Jawa saya pasti bisa tau wilayah tersebut berada di Provinsi mana. Gini-gini saya dari kecil udah sering buka atlas je.. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Narendra, Setiap Kayuhannya Tersirat Keadilan Untuk Korban Kanjuruhan

Curahan Hati TKI Malaysia : Cowok Dianggap Suka Jajan, Cewek Dianggap Gampang Diajak Tidur

Kemiripan Melaka dengan Semarang, Yogyakarta dan Solo