Lari Itu Olahraga Murah, Tapi Jadi Mahal Gara-gara Trend Gila

Siapapun tau kalau berlari adalah sebuah kegiatan yang siapapun bisa melakukannya asalkan punya kaki yang sehat, dengan demikian bisa disimpulkan bahwa lari adalah olahraga yang murah bahkan gratis. Pas saya masih SD kalau saya perhatikan orang berlari itu bajunya ya kaos biasa, kathokan pendek, kalau pakai sepatu itu masih sekedar opsi. Tak jarang saya melihat orang berlari nyeker.

Tahun berganti tahun keadaan itu berubah. Lari yang dulunya merupakan olahraga yang murah meriah kini seolah berganti jadi olahraga yang "mahal". Kenapa saya pakai tanda kutip? Karena mahal yang dimaksud disini bukan karena kalau ingin berlari kita harus bayar, bukan itu. Tapi lebih ke trend yang akhir-akhir ini terjadi, setidaknya di lingkungan saya.

Kalau dulu kaos hadiah dari produsen pestisida atau kaos dari kampanye partai bisa dipakai buat lari, kini udah beda. Kalau sekarang sih sepertinya pakai kaos khusus lari sudah seperti sunnah muakkad. Kita tau bahwa harga kaos khusus untuk lari itu minimal ada di angka ratusan ribu. Dari kaos saja sudah terlihat jelas perbedaannya. Bagaimana dengan celananya? Tentu juga harus yang khusus dong. Harganya? Ya tentu ratusan ribu juga. Lalu bagaimana dengan sepatu? Kalau ini jangan tanya. Kita lupakan sepatu-sepatu yang merknya gak terlalu terkenal. Minimal Mills atau Ortuseight yang harganya bisa setengah juta. Kalau yang lebih tajir biasanya bakalan pakai merk Nike, Puma ataupun yang lainnya.

Ada lagi? Ada dong. Beberapa tahun terakhir trend penggunaan smartwatch semakin meningkat. Nah smartwatch itu bisa membantu kita untuk mengetahui jarak berlari, perubahan detak jantung, langkah kaki dan suplai oksigen dalam darah. Karena itu banyak orang menggunakan smartwatch dalam olahraga lari. Dan kita tau smartwatch itu gak murah. Contoh saja salah satu smartwatch buatan xiaomi, harganya paling murah ada di angka 400-500 ribu. Ini berbeda dengan pas saya SD dulu dimana sebelum berlari & sesudah berlari saya harus menghitung detak jantung secara manual.

Selain itu smartwatch juga bisa menyimpan aktivitas lari kita. Beberapa orang memanfaatkannya untuk diuplad di media sosial. Nah disinilah trend gilanya, beberapa orang dengan jiwa rebahan yang mendarah daging juga pengen ikutan trend ini. Nah salah satunya adalah dengan menyewa orang untuk berlari kemudian hasilnya dikirimkan ke orang yang gak mau lari itu untuk kemudian diunggah di media sosial. Orang yang menawarkan jasa tersebut dinamai Joki Strava. Saya tidak tau apa yang ada di pikiran orang yang menggunakan jasa ini, kalau yang menawarkan jasa kan mereka hanya mengambil peluang saja. Padahal kan tujuan utama berlari buat kesehatan kita sendiri, bukan buat pamer di media sosial. Tentu joki strava tidak gratis, ada biaya tertentu yang harus dibayarkan. Saya gak yakin joki strava ini mau dibayar 30 ribu, tentunya lebih dari itu. Duit segitu daripada buat bayar joki strava mending saya pakai beli pertalite & naik motor muter-muter sepuasnya.

Memang setiap trend selalu menghadirkan keanehan dan keunikan tersendiri, tapi sampai sekarang saya masih gak habis pikir kok ya ada orang yang bayar orang lain hanya untuk nyuruh orang itu lari & pamer hasil orang tersebut di media sosial. Mungkin lain kali kalau saya lagi mager kemana-mana tapi pengen bikin story naik bus saya bakalan nyuruh orang lain naik bus tapi saya suruh dia mendokumentasikannya dan bakal saya upload di IG. Dan saya bersyukur saya tidak semager itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Narendra, Setiap Kayuhannya Tersirat Keadilan Untuk Korban Kanjuruhan

Curahan Hati TKI Malaysia : Cowok Dianggap Suka Jajan, Cewek Dianggap Gampang Diajak Tidur

Kemiripan Melaka dengan Semarang, Yogyakarta dan Solo