Postingan

Menampilkan postingan dari 2024

Dear Netizen Indonesia, Sejatinya Malaysia Tak Membenci Kita

Gambar
Saya masih ingat betul saat menonton pertandingan sepakbola uji coba internasional antara Indonesia melawan Malaysia yang digelar di Stadion Manahan, Solo pada bulan September 2016. Saya sebenarnya ingin ikut menyanyikan lagu kebangsaan Malaysia ( Negaraku ) saat lagu tersebut dikumandangkan sebelum laga. Namun keinginan tersebut harus saya urungkan karena respon penonton lain yang menghujat lagu tersebut. Saya tak ingin mati konyol di tribun Stadion Manahan karena menyanyikan lagu Negaraku disaat penonton lain menghujatnya. Saya sendiri bisa memaklumi kenapa peristiwa tersebut bisa terjadi. Ingat, saya hanya memaklumi, tetapi tidak membenarkan. Saya maklum karena selama ini kesan negara Malaysia banyak diberitakan negatif khususnya di sosial media. Mulai dari konfrontasi di masa lampau, perebutan pulau hingga soal kebudayaan. Tak heran jika banyak masyarakat Indonesia yang jengkel dengan negara tetangga kita tersebut. Sejatinya kedua negara berasal dari rumpun bangsa yang sama, Austro

Narendra, Setiap Kayuhannya Tersirat Keadilan Untuk Korban Kanjuruhan

Gambar
  Narendra Wicaksono ( kaos merah ) saat baru saja tiba di Malaysia Wajahnya menunjukkan kalau dia lelah, tetapi semangatnya untuk terus mengayuh tak pernah pudar. Berpindah kota, provinsi hingga pulau, Mas Narendra Wicaksono kini telah tiba di Malaysia. Mengawali kayuhan pertama di Klaten dan memiliki target finish di Mekkah, Saudi Arabia dengan satu tujuan, menyuarakan keadilan bagi korban Tragedi Kanjuruhan. Kejadiannya memang sudah 1,5 tahun yang lalu, tetapi pengusutan kasusnya belum menemui titik terang, keluarga korban masih terus berusaha mencari keadilan untuk sanak saudara mereka yang menjadi korban keteledoran aparat dalam mengatasi masa. Mas Narendra dengan semangat membara membawa misi keadilan memutuskan untuk melakukan perjalanan dari Klaten menuju Mekkah dengan bersepeda. Sebuah hal yang bagi sebagian orang merupakan sebuah kegilaan dan menembus batas kewarasan. Orang selo mana yang mau ngonthel dari Klaten ke Mekkah? Mas Narendra adalah seorang Persis Fans asal Klaten.

Bahasa Melayu dan Indonesia Itu Beda Tipis Tapi Bisa Jadi Penyebab Anda Disengak

Orang Indonesia sudah terbiasa memanggil orang yang baru dikenalnya dengan sebutan “kak” entah itu laki-laki maupun perempuan. Tetapi berbeda dengan di Malaysia, sebutan “kak” hanya merujuk ke perempuan sementara laki-laki lebih sering disebut “bang”. Jangan sampai salah kalau anda tak mau disengak  seperti saya. Siang itu saya pergi ke sebuah warung makan di kawasan Jasin, Melaka untuk membungkus makanan. Suasana warung saat itu sedang ramai dan agak berdesak-desakkan. Cukup sulit untuk mengambil lauk karena memang di depan meja lauk sudah penuh dengan orang. Alhasil saya harus meminta ijinatau permisi ke salah satu laki-laki yang saya perkirakan usianya 30 tahun. “Sorry kak, saya mau ambil ayam” Mungkin kalau di Indonesia kalimat di atas sangatlah sopan. Tetapi saya lupa kalau saya sedang berada di Malaysia, apa yang saya dapatkan? Sebuah sengakan tentunya. “kau ni bodoh ke? tak nampak ke aku ni laki? macam mana kau boleh panggil aku kak?” Tremble,,, Saya tak menyangka bakal dapat se

Obrolan di Dhoho Penataran

Bagi pembaca yang tinggal di Jawa Timur khususnya di kawasan segitiga Malang, Blitar dan Surabaya mungkin sudah tidak asing lagi dengan Kereta Api Dhoho Penataran. Dhoho Penataran adalah kereta komuter yang melayani rute Surabaya - Blitar - Malang - Surabaya. Dengan tarif yang murah tentu Dhoho Penataran menjadi favorit di jalurnya. Penumpangnya pun bervariatif mulai dari pelajar hingga tiyang sepuh  pun banyak yang menjadi pelanggan Dhoho Penataran. Saya berkesempatan menaiki Dhoho Penataran pada bulan Mei tahun lalu. Saya melakukan perjalanan dari Klaten ke Malang dengan sistem transit. Dari Klaten ke Kediri saya naik KA Kahuripan disambung naik Dhoho Penataran ke Malang. Dengan cara seperti ini saya hanya merogoh kocek tak sampai 100 ribu untuk sampai ke Malang. Saya mendapatkan tiket dengan tulisan tertera “tanpa kursi”. Dengan demikian dari saya harus berdiri atau duduk lesehan dari Kediri sampai ke Malang. Sebenarnya saya sempat dapat kursi saat naik dari Stasiun Kediri, tetapi s

Joglokerto, Senja Utama Solo dan Logawa Dalam Perjalanan Sekolah Saya

 Saat SMK dulu, saya selalu berangkat sekolah di jam yang hampir sama setiap harinya. Perjalanan dari rumah menuju sekolah mengharuskan saya untuk melewati sebuah perlintasan kereta api di jalan Ngaran Mlese - Trucuk dan membuat saya sering kepalang sepur . Saya masih ingat kereta api apa saja yang melintas pada waktu itu. Suatu pagi jalanan masih sepi. Jam tangan saya menunjukkan waktu 06.20 dan dari kejauhan saya melihat kelap-kelip lampu palang perlintasan diiringi suara sirine, saya bisa menebak kereta apa yang akan lewat, jawabannya adalah Joglokerto. Ya, kereta api relasi Solo Balapan - Purwokerto itu menjadi pertanda bahwa saya berangkat agak awal. Saya memang cukup sering berangkat lebih awak untuk menghindari ramainya jalan raya. Hari selanjutnya, saya malas mandi pagi. Cuaca dingin membuat saya memulai hari agak lambat dari biasanya. Saya berangkat dari rumah agak siang, jalanan sudah ramai, sesampainya di perlintasan Ngaran Mlese palang sudah menutup. Dari arah Klaten menuju