Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2024

Ngaku Jogja atau Solo Pas Ditanya Orang Darimana Asalnya Itu Bukan Karena Kita Nggak Cinta Klaten, Tapi Karena Yang Tanya Nggak Tau Kalau Klaten Itu Ada

A : "Mas darimana asalnya?" B : "Klaten, Mbak" A : "Oh mana itu?" B : "Mbak Tau candi Prambanan?" A : "Oalah Jogja" B : "Nah iya" Itu adalah salah satu cuplikan percakapan saya dengan seseorang kala lagi berkenalan. Percakapan yang serupa seperti di atas nggak cuma sesekali saya rasakan, lebih-lebih setelah kerja di Malaysia. Percakapan seperti itu sering banget saya alami. Pertama kali saya harus terpaksa "mengaku" sebagai warga Solo/Jogja adalah saat melaksanakan program praktek kerja industri di salah satu pusat pembenihan jeruk di Kota Batu. Kalau dilihat secara jarak Batu & Klaten itu nggak jauh-jauh banget. Perjalanan bisa ditempuh dalam waktu 6-7 jam saja. Nyatanya masih banyak warga Batu yang nggak tau keberadaan Kabupaten Klaten. Alhasil pas beberapa kali ditanya dari mana asal saya, saya lebih sering menjawab "Solo, Pak/Bu". Pun begitu ketika sekarang berada di Malaysia. Kali ini saya lebih se

Curahan Hati TKI Malaysia : Sempat Kaget Sama Sistem Zona Waktunya

Secara astronomis wilayah barat Malaysia yang meliputi Semenanjung Malaya terletak di 1°LU-6,9°LU dan 99,6°BT-104°BT. Letak astronomisnya yang demikian membuat Semenanjung Malaya seharusnya berada di zona waktu UTC+7 seperti halnya WIB. Awalnya sih Malaysia menggunakan zona waktu +7 untuk wilayah baratnya, namun per 1 Januari 1982 Malaysia resmi menggunakan zona waktu +8 untuk seluruh wilayah negaranya. Alhasil sistem zona waktunya agak membuat kaget orang-orang yang baru pertama kali ke Malaysia seperti saya dulu. Saya sih sudah sering bepergian melintasi zona waktu dari WIB ke WITA. Tapi karena memang penggunaan zona waktu di wilayahnya sesuai dengan letak astronomisnya, jadi ya saya kayak biasa aja. Berbeda sama Malaysia, semakin pergi ke barat kok malah waktunya semakin cepat hehehe. Kekagetan pertama soal sistem zona waktu ini adalah ketika pertama kali bangun pagi di Malaysia. Saya melihat waktu menunjukkan pukul 5. Langsung saja saya ambil air wudhu buat sholat shubuh. Pas lagi

Curahan Hati TKI Malaysia : Cowok Dianggap Suka Jajan, Cewek Dianggap Gampang Diajak Tidur

Sudah 5 tahun saya menjalani hidup sebagai pekerja peternakan ayam di salah satu perusahaan yang terletak di Melaka, Malaysia. Selama 5 tahun itulah berbagai warna-warni telah saya jalani, tak terkecuali berbagai tuduhan soal kehidupan sebagai TKI. Memang sih kehidupan di sini itu bebas banget. Duit ada, mau ngapain aja terserah dan nggak ada kontrol dari keluarga tentunya. Mungkin itulah yang menjadi dasar berbagai tuduhan negatif kadang diarahkan kepada TKI Malaysia tak terkecuali saya. Seringkali saya dapat pertanyaan dari teman seperti misalnya, " Wah, kepenak neng kana. Cedak markas 'ayam'. Esoh 'jajan' ndak minggu" ("Wah, enak di sana. Dekat markas 'ayam'. Bisa 'jajan' tiap minggu"). Saya yakin sekali kalau anda paham dengan maksud kata yang saya beri tanda kutip. Pertanyaan ini cukup sering saya dapatkan. Meskipun saya tau maksudnya bercanda, tetapi saya dapat menangkap bahwa orang awam memiliki kesan negatif terhadap TKI laki-

Lari Itu Olahraga Murah, Tapi Jadi Mahal Gara-gara Trend Gila

Siapapun tau kalau berlari adalah sebuah kegiatan yang siapapun bisa melakukannya asalkan punya kaki yang sehat, dengan demikian bisa disimpulkan bahwa lari adalah olahraga yang murah bahkan gratis. Pas saya masih SD kalau saya perhatikan orang berlari itu bajunya ya kaos biasa, kathokan pendek, kalau pakai sepatu itu masih sekedar opsi. Tak jarang saya melihat orang berlari nyeker . Tahun berganti tahun keadaan itu berubah. Lari yang dulunya merupakan olahraga yang murah meriah kini seolah berganti jadi olahraga yang "mahal". Kenapa saya pakai tanda kutip? Karena mahal yang dimaksud disini bukan karena kalau ingin berlari kita harus bayar, bukan itu. Tapi lebih ke trend yang akhir-akhir ini terjadi, setidaknya di lingkungan saya. Kalau dulu kaos hadiah dari produsen pestisida atau kaos dari kampanye partai bisa dipakai buat lari, kini udah beda. Kalau sekarang sih sepertinya pakai kaos khusus lari sudah seperti sunnah muakkad. Kita tau bahwa harga kaos khusus untuk lari it

Ekspetasi Cita-cita dan Realita

Sebagai seorang anak yang terlahir di keluarga mampu namun mendadak kere karena Pilkades, tentu saja saya punya banyak perbedaan tujuan hidup ketika kecil dan dewasa. Masa SD saya adalah anak yang bisa dibilang pandai, terbukti saya cukup maju dalam ilmu agama ( namun gagal mempraktekan dalam kehidupan ) serta mampu menjadi 10 besar siswa teladan se-Kabupaten Klaten tingkat SD. Demi semakin mengasah kemampuan akademik saya, kedua orang tua saya berencana memasukkan saya ke sebuah Pondok Pesantren Modern Islam di daerah Pabelan, Sukoharjo. Namun saya menolak dan lebih memilih masuk ke SMP N 1 Karanganom. Alasannya? Saya ingin memperdalam ilmu saya di bidang IPA, utamanya Fisika dan sama sekali tidak tertarik dalam ilmu agama. Saya saat itu sudah dirasuki pikiran bahwa kalau ke pondok itu pasti isinya cuma agama, agama dan agama. Ujung - ujungnya sekarang saya menyesali keputusan saya kala itu. Bahkan gusti pekak ( kakek saya yang beragama Hindu ) berencana pula memasukkan saya ke sebuah

Kemiripan Melaka dengan Semarang, Yogyakarta dan Solo

Gambar
Sudah 5 tahun saya berdomisili di Negeri Melaka karena urusan pekerjaan. Selama 5 tahun itulah saya sedikit banyak tau soal Melaka mulai dari wisatanya, budayanya hingga sistem transportasinya yang terintegrasi. Dalam 3 aspek tadi membuat saya berpikir kalau Melaka ini bagaikan gabungan dari 3 kota yang ada di Indonesia yaitu Semarang, Yogyakarta dan Solo. Lho kok bisa? Ya bisa saja dong. Kadang pemikiran saya ini suka random. Dan kerandoman itu juga yang mendorong saya untuk menuliskannya di blog. Pemandangan pesisir pantai di Melaka. Foto oleh Ivan Yoga Kawula. Seperti apa kemiripan Melaka dengan Semarang? Kalau dari sudut pandang saya Melaka dan Semarang sama-sama kota pelabuhan di masa lalu. Selain itu, banyak bangunan bersejarah peninggalan pemerintah kolonial di kedua kota ini. Semarang memiliki Lawang Sewu sebagai salah satu ikon kotanya yang merupakan peninggalan Belanda, sementara Melaka memiliki Christ Church yang merupakan gereja peninggalan Belanda sekaligus gereja protesta

Kelalaian Berbeda Dengan Takdir

Kemarin saya sedikit terkejut ( banyak ding terkejutnya ) setelah membaca berita kalau salah satu seorang siswa di salah satu SMA Negeri di Klaten tewas karena hal sepele, dikerjai teman-temannya saat dia ulang tahun. Kabarnya dia juga merupakan ketua OSIS di sekolah tersebut. Singkatnya kronologi berawal dari dia yang diceburkan oleh teman-temannya ke dalam kolam yang ada di sekolah tersebut, malangnya dia kesulitan berenang sehingga berpegangan pada suatu benda yang ternyata benda tersebut sudah teraliri oleh listrik. Alhasil dia tersetrum dan tewas. Seringkali budaya mengerjai seseorang yang berulang tahun mudah kita temukan di sekitar kita. Menaburi tepung, melempari telur, beberapa ada yang mengerjai dengan cara pura-pura membuat masalah. Ahh sungguh hal yang sangat norak dan primitif. Ulang tahun yang seharusnya menjadi sebuah hal yang spesial, yang harusnya dirayakan dengan cara elegan dan memberi doa justru malah berubah menjadi sebuah hal yang tidak bermutu. Dan peristiwa oran