MotoGP dan Sebuah Renungan Waktu Yang Cepat Berlalu
Saya sebenarnya bukanlah fans fanatik MotoGP. Kadang hanya sesekali mengikuti beritanya. Bahkan saya sendiri tidak punya rider khusus yang saya favoritkan. Sesekali saya dukung Casey Stoner, sesekali Jorge Lorenzo, kadang Valentino Rossi, pas SMK lebih suka dukung Marquez dan kini saya gak tau dukung siapa. Intinya ngikutin perkembangannya dan sesekali nonton siaran langsung balapannya. Kalau diibaratkan fans klub Premier League, saya ini adalah seseorang yang tiba-tiba mendukung Manchester City karena lagi bagus-bagusnya, setelah ngampas, ya udah gak dukung lagi. Begitulah saya dalam MotoGP, pokok e rider seng berpotensi menang bakalan tak dukung.
Sejak kecil saya sudah tau MotoGP. Mungkin sekitar umur 6-7 tahunan karena waktu itu baru masuk SD. Seperti halnya anak-anak seusia saya kala itu, pembalap yang saya favoritkan tentunya adalah Valentino Rossi. Siapa sih yang nggak kenal Rossi? Saking terkenalnya Rossi, istilah "Nonton MotoGP" berubah menjadi "Nonton Rossi."
"Ayo bok ndelok Rossi neng omahmu."
Ya memang, kawan-kawan saya semasa kecil sering sekali dolan dan menonton TV di rumah saya, salah satunya ya nonton MotoGP. Dari semua pembalap MotoGP, yang kami tau ya cuma Valentino Rossi. Meminjam istilah dari Mas Agus Mulyadi, pembalap MotoGP itu cuma ada 2. Yang satu Valentino Rossi, yang lainnya musuhnya Valentino Rossi.
Menginjak 2010 saya mulai suka baca koran terutama berita olahraga yang salah satunya MotoGP. Saya jadi tau beberapa rider MotoGP selain Rossi. Kebetulan di tahun itu Rossi lagi menghadapi masa sulit di Ducati. Jadilah saya memalingkan dukungan ke duo Repsol Honda kala itu, Casey Stoner & Dani Pedrosa. Seperti halnya dukungan terhadap Rossi sebelum pindah ke Ducati, alasan saya menyukai rider Repsol Honda karena sering menang. Terbukti di tahun itu Casey Stoner juara dunia.
Berganti tahun intensitas saya nonton MotoGP semakin berkurang. Apalagi sejak merantau di tahun 2018. Saya merantaunya ke perkebunan sawit dimana gak ada TV. Memang ada HP, tapi sinyalnya bener-bener susah. Cuma bisa buat telepon dan sulit terhubung ke jaringan internet. Dari situlah saya semakin jarang menyimak berita MotoGP. Saya mulai menyimak MotoGP lagi saat Lorenzo memutuskan pensiun. Dari situlah saya berpikir "Anjir, udah pensiun aja nih Lorenzo. Perasaan baru kemarin ngelihat dia saingan sama Rossi buat jadi juara dunia 2015"
Awal tahun ini beberapa tim sudah memperkenalkan rider yang akan menjadi andalan mereka di lintasan balap. Mendadak saya terpikir sesuatu, ternyata usia saya sudah sama atau bahkan lebih tua dari pembalap MotoGP. Dari situ muncul perenungan, ternyata hidup di dunia ini terasa cepet berlalu. Seperti baru kemarin saya heboh sama temen saat nonton adu balap Rossi dan Lorenzo, kini keduanya sudah pensiun. Nama-nama pembalap MotoGP sekarang sudah jauh berbeda dibandingkan dengan saat pertama saya mulai tertarik mengikuti berita MotoGP.
Saya juga terpikir sesuatu. Jika waktu dari saya tau Rossi sampai Rossi pensiun terasa begitu cepat, apakah hal yang sama bakalan terjadi juga pada saat Jorge Martin pensiun nanti. Apakah waktu juga akan cepat berlalu. Sudah seperti apa kehidupan saya saat nanti mendengar berita pensiunnya Jorge Martin dari MotoGP. Ahh, saya tidak tau kenapa tiba-tiba barusan tadi ngikutin berita perilisan tim dan motor MotoGP malah jadi kepikiran soal hidup saya sendiri.
Komentar
Posting Komentar