Mempertanyakan Soal PSSI Yang Lebih Serius Menggagas Turnamen Pra-musim Daripada Piala Indonesia
Sudah bertahun-tahun kompetisi Piala Indonesia tidak pernah digelar lagi oleh PSSI. Terkahir kali PSSI menggelar Piala Indonesia adalah tahun 2018 yang kemudian molor hingga pertengahan tahun 2019 karena harus "mengalah" dengan penyelenggaraan Piala Presiden 2019. Dari sini kita bisa tau bagaimana ketidakseriusan PSSI dalam mengurus Piala Indonesia dan lebih mementingkan Piala Presiden. Padahal Piala Presiden hanyalah sebuah kompetisi pra-musim, bukan kompetisi domestik resmi seperti Piala Indonesia yang memperebutkan slot ke kompetisi Asia.
Saya cukup tertarik dengan Piala Indonesia. Salah satu alasan saya adalah hanya di Piala Indonesia saya bisa melihat tim-tim dari kasta bawah di Indonesia bisa bertemu dengan tim-tim kasta atas dalam sebuah kompetisi resmi. Selain itu pertemuan tim besar dengan tim kecil berpotensi memunculkan sebuah kejutan dimana tim yang berkompetisi di kasta yang lebih tinggi bisa saja mengalahkan tim yang berkompetisi di kasta di bawahnya. Pada Piala Indonesia 2018, Persis Solo bertemu dengan Persinga Ngawi di babak awal. Di atas kertas, Persis Solo yang juga merupakan salah satu kandidat kuat promosi ke Liga 1 pada saat itu tentunya bisa dengan mudah mengalahkan Persinga Ngawi. Tapi pada akhirnya Persis Solo harus mengakui keunggulan Persinga Ngawi dengan skor 1-0 sehingga harus tersingkir di babak awal.
Masih soal kejutan di Piala Indonesia. Kalau kita mundur jauh ke Piala Indonesia 2012, ada PPSM Magelang yang merupakan tim Divisi Utama tetapi mampu lolos ke semifinal Piala Indonesia 2012. Sebuah kejutan karena peforma PPSM Magelang di Divisi Utama saat itu tidak konsisten bahkan lebih sering menghuni papan bawah Divisi Utama. Cerita ini menjadi bukti bahwa Piala Indonesia adalah kompetisi yang menarik dan layak untuk dinikmati karena kejutan yang berpotensi muncul di tiap laganya.
Namun sayang PSSI seakan tak peduli. PSSI yang mayoritas pengurusnya diisi oleh orang politik hanya peduli dengan turnamen yang lebih mengangkat elektabilitas politik mereka seperti Piala Presiden. Setau saya, PSSI cukup rajin menggelar turnamen Piala Presiden setiap tahunnya. Padahal Piala Presiden hanyalah kompetisi pra-musim. Agak lucu kalau PSSI ikut ribet dalam mengurus urusan pra-musim peserta kompetisi. Akan lebih baik PSSI fokus dalam pengembangan kualitas kompetisi domestik, salah satunya memikirkan cara agar Piala Indonesia bisa rutin diselenggarakan setiap tahunnya.
Berkaca ke negara tetangga, Malaysia memiliki beberapa kompetisi domestik di sepakbolanya. Liga Super tentu saja menjadi kompetisi utama dan paling bergengsi, selain itu masih ada Piala FA Malaysia dan Piala Malaysia. Lebih jauh, kompetisi usia muda di Malaysia juga berjalan lebih baik daripada di Indonesia. Sementara di Indonesia, kompetisi sepakbolanya lebih amburadul. Janji PSSI untuk memperbaikinya kualitas sepakbola Indonesia hanyalah janji semata. Ingat, PSSI bukan hanya mengurus Timnas. Selama ini PSSI terlihat bagus hanya karena tertolong oleh prestasi Timnas Indonesia yang mayoritas diisi pemain naturalisasi. Kalau berbicara liga? Amburadul lur.
Tentu saya dan banyak pecinta bola lainnya sangat berharap Piala Indonesia bisa kembali digelar. Gak usah muluk-muluk deh. Coba dulu dari Liga 1, Liga 2 dan Liga Nusantara. Setelah berjalan lancar, barulah membuat pertimbangan untuk memasukkan klub Liga 4 nasional sebagai peserta. Atau jika ingin ringkas bisa meniru seperti Piala FA Inggris dimana klub-klub papan bawah memulai dari babak kualifikasi dan klub-klub kasta atas menunggu di babak ketiga. Sepertinya sistem seperti ini lebih ringkas tetapi juga bisa memberi tambahan jam terbang untuk pemain-pemain kasta bawah.
Lalu apakah kompetisi pra-musim itu tidak penting? Oh tentu saja laga pra-musim itu penting. Tapi alangkah baiknya jika kompetisi pra-musim diurus oleh klub secara mandiri. Tidak perlu campur tangan federasi. PSSI cukup fokus dalam pengembangan kualitas kompetisi. Itu saja.
Komentar
Posting Komentar