Hobi Naik Bis Itu Tidak Aneh

Ayo Naik Bis

Sebagai seorang yang terlahir di keluarga yang sudah sangat akrab dengan bis, tentu bis bukanlah hal yang asing bagi saya. Bapak saya pernah berkarir sebagai supir bis di jalur Jogjakarta - Denpasar - Mataram. Sementara ibu saya dulu adalah mahasiswa asal Bali yang kuliah di Jogjakarta. Sementara tiap main ke rumah keluarga kakek - nenek di Bali naiknya juga bis. Jadilah sejak kecil saya sudah akrab dengan bis.

Sejak kecil, saya sudah jatuh cinta sama benda kotak beroda tersebut. Banyak sekali kenangan masa kecil saya dengan bis. Bahkan dulu saat saya masih kecil, bus AC adalah barang mewah bagi teman - teman desa saya yang lebih sering bertemu selepan. Tetapi bagi saya, bus kelas Super Eksekutif bukanlah barang mewah.

Menjelang SMP, saya mulai suka nonton bis di pinggir jalan raya. Saat diajak bepergian saya lebih suka mentelengi jalan raya untuk melihat bis-bis yang lewat. Kala itu bodi bis kesukaan saya adalah Legacy SR1. Legacy SR2 HD Prime saat itu belum muncul. Bukan tanpa alasan saya suka bodi itu. Saya suka Legacy karena kebanyakan bodi bus Tami Jaya adalah Legacy SR1. Tetapi sesuka - sukanya saya sama bis, saya bukanlah bocah pemburu telolet. Saya bahkan blas nggak suka sama telolet. Tetapi kok ya banyak yang bilang saya ini pencari telolet.

Saat SMK dan saya PKL di Kota Batu, intensitas saya buat berburu bis makin tinggi. Kalau hari libur saya sempatkan main ke Selecta, Jatim Park, Museum Angkut dan beberapa pusat oleh - oleh. Saya akhirnya bisa sering bertemu bis - bis yang dicari banyak penggemar bis seperti Pandawa 87, Agam Tungga Jaya hingga bis - bis lainnya. Di Batu saya juga untuk pertama kalinya merasakan bis berbodi New Setra Jetbus 2+ SHD milik PO. Sedya Mulya dan bodi Nusantara Gemilang milik PO. Nusantara.

Pasca PKL, saya main lagi ke Batu naik Sugeng Rahayu sampai Surabaya, dari Surabaya ke Malang naik Restu Panda. Baliknya saya naik Menggala dan Eka. Ternyata naik bis sendirian jarak jauh itu benar - benar menyenangkan. Saya mulai tertarik untuk mencoba onboard naik bis. Semenjak itulah hobi saya menjadi naik bis.

Ritual naik bis pertama kali saya adalah ketika pasca lebaran. Saya naik bis sampai ke Terminal Giwangan, Jogjakarta. Sampai disana saya seperti orang tanpa tujuan. Saya melihat ada bus Ramayana tujuan Semarang. Pikiran saya ingin mencoba bis PATAS tersebut. Tetapi niat itu urung karena ada bis Sugeng Rahayu PATAS yang masuk ke shelter tujuan Surabaya. Saya pun menjadi tertarik mencoba sensasi bus Jawa Timuran tersebut. Jadi saya dari Klaten ke Jogja, hanya karena ingin naik bis tujuan Solo. Sampai di Solo balik lagi ke Klaten.

Sebenarnya cerita diatas tidaklah aneh. Setiap hobi itu ada kesan tersendiri. Saya awalnya heran dengan orang hobi memancing. Rela duduk berjam - jam demi mendapat ikan. Tetapi kadang ikannya diberikan ke orang lain secara cuma - cuma. Dia memancing bukan karena berburu ikan, tetapi karena hobi. Saya pun begitu, naik bis bukan karena ingin ke suatu tempat tapi memang karena ingin naik bis.

Saya kadang dianggap aneh, disaat orang lain ogah naik bis Sugeng Rahayu / Eka Mira, tetapi saya rela menempuh jarak 400x2 kilometer demi bisa naik kedua bis tersebut. Berangkat malam dari Klaten naik Sugeng Rahayu. Disana istirahat 1 jam. Pulang lagi ke Klaten naik Eka. Jadi kalau ada calo bis tanya ke saya mau kemana kemudian saya jawab, pasti calonya yang kebingungan. Seperti halnya cerita dibawah ini ketika saya onboard ke Ngawi.

"Mas mau kemana?" Tanya salah satu petugas bis.

"Pulang mas" Jawab saya.

"Rumahnya mana?" Tanya beliau lagi.

"Klaten mas." Jawab saya.

"Hla tadi kan sampeyan baru turun dari bis Eka." Masnya heran.

"Hehe, saya memang cuma mau merasakan naik bis kok mas." Jelas saya sambilo berlalu.

Masnya tadi? Dia tertawa, tertawa penuh keheranan. Mungkin dia batin "Bocah kok aneh. Adoh adoh seka Klaten menyang Ngawi mung pengen numpak bis."

Kenapa saya hobi naik bis? Karena diatas bis maupun terminal banyak pelajaran yang saya dapat. Ada pengamen cilik yang dengan PDnya ngamen diatas bis, ada yang bertampang preman tapi hatinya baik, penjual nasi bungkus yang harga dagangannya rela ditawar demi anak si penawar harga bisa makan hingga sederet peristiwa seperti berdesak - desakan dan macet. Semua itu tak bisa saya rasakan ketika naik Kereta Api maupun Pesawat.

Kalau mau yang lebih aneh dari saya sebenarnya banyak. Ada mas Narendro Anindito yang pernah melakukan perjalanan Jogjakarta - Semarang - Kudus - Denpasar - Malang - Surabaya - Jogjakarta hanya karena ingin naik bis. Ke Bali tanpa urusan bisnis dan wisata. Video perjalanannya juga beliau upload di Youtube. Tetapi di kolom komentar tak ada satupun yang mengatakan dia aneh.

Disisi lain, banyak yang mempertanyakan. Darimana uang yang saya gunakan untuk onboard naik bis? Dari orang tua? TIDAK. Gini - gini, saya juga berusaha cari kerjaan sampingan. Kerjaan saya adalah penjual pupuk organik, agen PPOB dan Pulsa, layanan pendaftaran Grab, reseller beberapa produk elektronik, rumah tangga, fashion hingga pelayanan reservasi tiket kereta api & pesawat. Selain itu saya beberapa kali ikut seminar dan dapat uang saku. Jadi tak perlu tanya darimana uang saya buat onboard.Ya memang saya minta pesangon dari orang tua hanya berupa nasi beserta minum untuk menghemat pengeluaran apalagi ketika onboard jauh hingga ke luar Provinsi.

Jadi hobi saya itu masih bisa dianggap normal. Tak ada yang aneh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Narendra, Setiap Kayuhannya Tersirat Keadilan Untuk Korban Kanjuruhan

Catatan Perjalanan : Trip Tanpa Rencana

Bus di Sekitaran Jalanan Jogja - Solo