Hitung - Hitungan Pilkada 2018 dan Pilpres 2019

Politik memang tidak ada ujungnya. Seperti halnya 2009 lalu dimana Partai Demokrat berjaya mempermalukan PDI Perjuangan dan Gerindra yang disusul pak SBY menjadi Presiden untuk kedua kalinya semakin memperkuat popularitas Partai Demokrat di era itu.

Semua berubah di 2014. Karena selama masa pemerintahan SBY banyak kader Partai Demokrat yang tersangkut kasus korupsi membuat popularitas Demokrat semakin runtuh. Disisi lain, dua partai oposisi ( PDIP dan Gerindra ) popularitasnya semakin meroket. Dua partai yang 2009 lalu berkoalisi mengusung Bu Mega dan Pak Prabowo itu semakin dicintai rakyat. Terbukti dengan hasil 2014 lalu, PDI Perjuangan menjadi nomor satu di Pileg. Sementara Gerindra mendapatkan hasil yang lumayan.

Pertarungan dimulai saat Pilpres tahun 2014, ada banyak nama yang muncul ke permukaan. Diantaranya Fahri Hamzah, Prabowo dan Mahfud MD. Namun ada satu lagi nama dari PDI Perjuangan, dialah Joko Widodo. Berhubung nama Joko Widodo muncul, banyak nama tokoh lain yang tumbang dan menyisakan Prabowo Subianto dari Gerindra. Baik PDI Perjuangan dan Gerindra sama - sama ngotot mengajukan calonnya masing - masing. Indonesia terbagi dua, Pak Jokowi didukung oleh kaum Nasionalis sementara Pak Prabowo didukung kaum Agamis. Puji Syukur, kaum Nasionalis berhasil menang. Jadilah 2014 - 2019 Indonesia dipimpin Joko Widodo. Nama PDIP semakin meroket. Santer juga kalimat jika Joko Widodo bakal menjadi presiden lagi tahun 2019 - 2024. Anggapan itu tampaknya benar, setidaknya hingga akhir 2016.

Akhir 2016 keadaan politik memanas. Pilkada DKI adalah penyebabnya. Lagi - lagi publik terbelah dua, kalangan Nasioanlis mendukung Pak Ahok - Djarot yang diusung PDI Perjuangan. Sementara kalangan Agamis mendukung Pak Anies - Sandi yang diusung Gerindra. Demokrat sebenarnya juga mengajukan calon untuk Pilkada DKI, sayangnya justru jadi bulan - bulanan dua calon lainnya.

Tampaknya era ini adalah miliknya kaum Agamis ( Setidaknya mereka yang kena propaganda kampanye ). Karena Pak Ahok dituduh menistakan agama, jadilah kepercayaan publik ke Pak Ahok berkurang. Selain itu, embel - embel "Tidak Boleh Dipimpin Oleh Orang Kafir" yang dibuat demi kepentingan kampanye juga berpengaruh. Jadilah Pak Anies - Sandi menang. Popularitas Gerindra semakin kuat. Sementara di Banten Gerindra juga menang dari PDI Perjuangan.

Mata publik akan kembali tertuju ke Pilkada Serentak 2018. Kali ini saya hanya akan menyoroti ke Pulau Jawa. Ada 3 Provinsi yang menjadi rebutan. Mereka adalah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dipastikan dua partai yang mencolok adalah PDI Perjuangan dan Gerindra.

Untuk daerah Jawa Barat, tampaknya kemenangan sudah dikunci oleh Gerindra dan PKS. Pasalnya daerah ini dekat dengan DKI Jakarta. Kita tahu bahwa di DKI Jakarta kemenangan Gerindra tak lepas dari campur tangan ormas agama ( FPI ). Sementara masa FPI di Jawa Barat juga banyak. Jadi tampaknya PDI Perjuangan hanya bisa pasrah disini.

Beralih ke Jawa Tengah, untuk Provinsi ini tampaknya adalah milik PDI Perjuangan. Kenapa? Karena PDI Perjuangan punya masa yang kuat di Jawa Tengah. Dari pengalaman, jabatan Gubernur rata - rata diisi oleh kader PDI Perjuangan. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kaum Nasionalis Jawa Tengah mampu berbaur dengan kaum Agamis NU ( PKB ). Kemungkinan PKB akan berkoalisi dengan PDI Perjuangan.

Geser ke Jawa Timur, Provinsi yang mayoritas dihuni oleh kaum Agamis NU ini sudah punya bakal calon yang bakal menang, ialah Gus Ipul yang diusung oleh PKB. Kemungkinan besar, di Jawa Timur PDI Perjuangan akan bersatu dengan  PKB. Namun tak menutup kemungkinan jika Gerindra bakal menang di Jawa Timur. Intinya, siapa pemenang dari Pilgub Jawa Timur akan berpengaruh pada hasil Pilpres 2019.

Kita menuju tahun 2019, dimana tahunnya Pilpres. Tahun ini bisa dipastikan PDI Perjuangan dan Gerindra adalah tokoh utama seperti halnya 2014. Namun jangan lupa, ada beberapa nama yang siap juga untuk maju di Pilpres 2019. Mereka adalah Hary Tanoe dan Rhoma Irama. Tapi saya yakin, parpol besar sekelas Golkar, PAN, PKB dan partai lainnya bakal fokus untuk berkoalisi dengan PDI Perjuangan ataupun Gerindra. Untuk Hary Tanoe saya masih percaya dengan dia, tapi untuk nama yang satunya itu hlo kok saya agak nggak yakin.

Pemenang 2019 bisa dilihat dari hasil 2018 besok. Selain itu, faktor kaum Nasionalis dan Agamis juga berpengaruh. Tapi jika kampanya yang membawa agama bakal muncul lagi di 2019, bukan tak mungkin Gerindra adalah pemenang. Tetapi jika kaum Nasionalis pandai dalam mengontrol sistem pemerintahan saat ini, kemenangan kaum Nasionalis sudah di depan mata.

Ahh, semoga saja di tahun 2018 dan 2019 tidak ada lagi kampanye berbau sara seperti halnya 2017 lalu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Narendra, Setiap Kayuhannya Tersirat Keadilan Untuk Korban Kanjuruhan

Ngaku Jogja atau Solo Pas Ditanya Orang Darimana Asalnya Itu Bukan Karena Kita Nggak Cinta Klaten, Tapi Karena Yang Tanya Nggak Tau Kalau Klaten Itu Ada

Orang Boleh Tidak Mengenal Klaten, Tapi Kabupaten Ini Lebih Layak Dijadikan Tempat Tinggal Pasca Pensiun Daripada Solo dan Jogja