Belajar Dari Perdamaian Trah Mataram Dalam Ranah Sepak Bola

Kemenangan PSIM Yogyakarta atas PSPS Riau senin lalu memastikan Laskar Mataram mendapatkan satu tiket promosi ke Liga 1 2025/2026. Brajamusti, The Maident dan kelompok suporter lainnya menyambut hal ini dengan meriah hingga konvoi di jalanan Kota Yogyakarta. Wajar saja pendukung PSIM melakukan ini, mereka telah menunggu saat ini sangat lama. Setelah terakhir kali bermain di kasta tertinggi musim 2006 PSIM hanya bisa berkutat di kasta kedua. Sebenarnya PSIM hampir promosi di tahun 2021, namun sayangnya di perebutan tiket promosi terakhir PSIM kalah oleh Dewa United. Alhasil PSIM harus kembali berlaga di kasta kedua dan baru bisa promosi tahun ini menyusul Persis Solo dan PSS Sleman yang sebelumnya sudah berada di Liga 1.

Di balik konvoi meriah pendukung PSIM ada pemandangan menarik terlihat. Ternyata selain suporter PSIM yang merayakan promosinya PSIM turut serta juga suporter Persis Solo dan PSS Sleman. Kita tau, hubungan antara suporter Persis Solo, PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman seringkali mengalami pasang surut. Tak jarang terjadi bentrokan diantara ketiganya. Kabupaten Klaten yang berada tepat ditengah antara ketiga wilayah itu seringkali menjadi "medan tempur" bagi suporter ketiga klub. Hal ini seringkali merugikan masyarakat karena selain takut tak jarang suporter yang brutal juga merusak beberapa properti milik masyarakat.

Namun semua berubah pasca tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022. Ketiga kelompok suporter memutuskan untuk berdamai. Aksi damai bukan hanya sekedar celotehan di medsos, namun juga ada aksi nyata. Beberapa hari pasca tragedi Kanjuruhan ribuan suporter Persis Solo berduyun-duyun ke Yogyakarta untuk silahturahmi dengan suporter PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman. Ikrar perdamaian disuarakan. Tagar #MataramIslah dan #MataramIsLove digemakan di media sosial. Nyanyian "Solo Jogja Sleman saudara" terdengar merdu malam itu. Saya yang menyimak dari Malaysia pun tak kuasa menahan haru, akhirnya perdamaian yang saya harapkan terjadi. Akhirnya saya bisa dengan nyaman mengenakan jersey Persis Solo di Yogyakarta dan itu benar-benar terjadi.

Banyak yang beranggapan bahwa aksi damai ini hanya euforia sekejap. Namun pada akhirnya suporter sendiri yang membuktikan bahwa perdamaian antara suporter di tanah Mataram benar-benar terjadi. Saling sapa di media sosial, silahturahmi antar suporter, saling memberikan dukungan dan puncaknya bersama merayakan promosinya PSIM Yogyakarta ke kasta tertinggi.

Saya sendiri merasa bodoh. Di masa lalu, saya dengan gampangnya membenci PSIM dan Kota Yogyakarta. Kebencian yang diwariskan dari generasi sebelumnya membuat saya membenci kota yang bahkan pernah menjadi bagian dari masa kecil saya. Saya pernah tinggal di Kota Yogyakarta selama 2 tahun, bodoh betul jika saya membenci Yogyakarta hanya karena sepak bola.

Saya berharap Persis Solo dan PSS Sleman bisa bertahan di kasta tertinggi untuk musim depan, dan kita akan menyaksikan suporter PSIM Yogyakarta away ke Maguwoharjo dan Manahan. Begitupun sebaliknya, kita akan menyaksikannya suporter Persis Solo away ke Stadion Mandala Krida.

Akhir kata selamat datang ke liga 1, mbah. Doakan juga ya agar Persis Solo bisa bertahan di Liga 1 untuk musim depan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Narendra, Setiap Kayuhannya Tersirat Keadilan Untuk Korban Kanjuruhan

Orang Boleh Tidak Mengenal Klaten, Tapi Kabupaten Ini Lebih Layak Dijadikan Tempat Tinggal Pasca Pensiun Daripada Solo dan Jogja

Ngaku Jogja atau Solo Pas Ditanya Orang Darimana Asalnya Itu Bukan Karena Kita Nggak Cinta Klaten, Tapi Karena Yang Tanya Nggak Tau Kalau Klaten Itu Ada